Part 9 - Tanggung Jawab

 #Parade_Cernak_Baswara

Tanggung Jawab

“Sayang, ayo, buruan! Sudah jam tujuh. Nanti kamu terlambat!” teriak Mama dari halaman.
“Bentar, Ma. Buku PR-ku nggak ada!” Aku mencari ke seluruh area kamar.
Semua buku tulis di rak buku dan meja belajar sudah aku bolak-balik, tetapi belum ketemu juga. Bantal di kasur pun sudah aku pindahkan berkali-kali untuk mencari buku PR-ku.
“Mama, lihat buku PR matematikaku, nggak, Ma?” Aku lari menuju pintu depan.
“Kok, tanya Mama. Kan, kamu sendiri yang naruh! Kebiasaan deh kamu, Was. Mama udah berapa kali bilang ke kamu, kalau naruh yang bener. Telat, kan, jadinya!” Mama masih ngedumel sepanjang pencarian buku PR-ku.
Aku yakin betul kalau buku itu sudah kuletakkan di meja belajar. Semalam aku mengerjakan PR di depan TV karena dibantuin Papa untuk beberapa soal yang tidak kupahami.
Mama terlihat sedikit kesal karena ini bukan pertama kalinya aku seperti ini.
“Kalau nggak ketemu, udah nggak usah dicari lagi! Kita berangkat aja, daripada nanti tambah telat!” Mama keluar dari kamarku.
Hari ini Mama yang mengantarku ke sekolah karena Papa ada tugas di luar kota.
“Tapi, Ma! Fawwas takut dimarahi Bu Icha.” Kepalaku dipenuhi berbagai pikiran.
“Ya itu risiko kamu. Wajar kalau nanti kamu dimarahi atau dihukum karena memang kamu bersalah. Kalau sekarang kamu bolos, berarti kamu belum bisa bertanggung jawab dengan kesalahan kamu.” Mama menggandengku menuju sepeda motor.
“Iya, Ma.” Aku menjawab pelan.
Sepanjang perjalanan, dadaku berdebar-debar dan pikiranku melayang-layang. Sudah tergambar bahwa nantinya aku bakal kena marah lagi dan tugasnya lebih berat.
“Ya Allah. Gini amat, ya aku. Pelupa dan teledor. Bakal kena marah dobel ini. Di rumah dimarahi Mama, di sekolah dimarahi Bu Icha,” gumamku.
Sesampainya di kelas, sudah ada Bu Icha di dalam. Teman-teman sudah mulai berdoa. Aku menunggu proses berdoa selesai.
Tok … tok … tok ….
“Assalamualaikum. Maaf, Bu, Fawwas terlambat.” Aku masuk kelas menuju tempat duduk Bu Icha.
“Waalaikumsalam. Kenapa kamu terlambat, Was?” tanya guru berkerudung putih itu.
“Iya, Bu. Fawwas mencari-cari buku PR Matematika, tetapi tidak ketemu,” jawabku lirih.
Aku menyadari bahwa aku melakukan dua kesalahan sekaligus.
“Berarti, sekarang kamu juga tidak membawa buku PR-mu? Benar begitu?” Bu Icha memastikan lagi.
“Maaf, Bu. Fawwas tahu letak kesalahan saya. Silakan, jika Ibu ingin menghukum Fawwas.” Aku siap menerima hukuman dari Bu Icha.
“Sekarang, duduk dan berdoah terlebih dahulu. Kamu belum berdoa bukan?” Bu Icha menunjuk arah tempat dudukku.
“Anak-anak, Ibu tidak akan menghukum Fawwas kali ini karena ia sudah mengakui kesalahannya. Ibu harap, nantinya tidak ada yang melakukan kesalahan yang sama. Atau setidaknya, ketika kalian melakukan kesalahan, mintalah maaf terlebih dahulu. Orang yang berani meminta maaf adalah cermin orang yang bertanggung jawab,” terang Bu Icha.
Bersyukur hari ini aku tidak mendapat hukuman. Namun, aku harus merubah kebiasaanku. Agar tidak menyesal di kemudian.
Berkali-kali aku mendapat nasihat dari Mama. Walaupun aku masih kecil, aku sudah terbiasa dilatih untuk menjadi anak yang bertanggung jawab.
كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌۙ ( ٱلْمُدَّثِّر: ٣٨ )
(Kullu Nafsin Bimā Kasabat Rahīnatun.
Artinya: Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. (QS. Al-Muddassir: 38)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar