Tetanggaku Psycho (14)
Oleh : Anisa Ratna Pertiwi
Tema : Psychopat, Karakter lebih ditonjolkan
Jumlah Kata : 964 kata
Sayup-sayup terdengar keramaian di luar _kosku_. Bunyi _sirine_ mobil polisi pun meraung-raung di udara. Garis polisi sudah terpasang di pintu gerbang rumah _Kos_ Anyelir yang terletak tepat di sebelah kamarku.
Beberapa warga sudah berkerumun di depan. _Nampak_ seorang ibu menangis histeris, sungguh menyayat hati. Matanya terlihat sembab, tubuhnya pun ditopang oleh petugas kepolisian.
“Kembalikan anakku! Dasar penjahat!” teriak Ibu tersebut.
Sang Ibu mencoba menerobos garis polisi, tetapi selalu gagal karena penjagaan yang ketat oleh polisi. Desas-desus pun bermunculan. Aku semakin penasaran, jiwa _kepoku_ meronta-ronta enggak bisa diam.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” Aku berjalan menyusup di antara kerumunan dan menghampiri Pak Darwan--Rtku--.
Pak Darwan menjawab pertanyaanku bahwa Pak Ijal diduga membunuh seseorang yang merupakan anak _kosnya_ dan jasadnya ditemukan di dalam _freezer_ dalam kondisi termutilasi.
Aku kaget mendengarnya karena Pak Ijal yang kukenal adalah orang yang antisosial, jarang mau bergaul atau sekedar _ngobrol_ dengan tetangga. Walaupun dia mempunyai kamar _kos_ untuk dikontrakkan, tetapi tidak terlihat seorangpun dekat dengannya.
Terlebih hidupnya yang sebatang kara membuatnya semakin misterius. Pak Ijal orangnya tampan, bertubuh bidang, dan masih muda sekitar 35 tahun.
_Bagaimana mungkin dia membunuh seseorang?_ batinku.
Petugas polisi membubarkan kerumunan. Pak Ijal ditangkap dan dibawa dengan mobil patroli, disertai dengan _freezer_ sebagai barang bukti tempat penyimpanan dan beberapa barang lainnya.
***
_Kos_ Anyelir sudah ditutup sejak semalam, semua penghuni diminta untuk pindah ke tempat yang telah disediakan.
“Nay, kamu percaya kalau Pak Ijal yang bunuh anak _kos_ tersebut?” tanya Afi, sahabatku.
“Hmmm… entahlah. Mau _enggak_ percaya _tapi_ semua bukti mengarah ke dia. Mau percaya tapi orangnya _aja enggak_ pernah bersosialisasi dengan orang lain.” Aku menganggkat bahuku.
“Aku percaya, Nay. Pernah kulihat Pak Ijal membunuh kucing yang masuk ke pekarangan rumahnya. Waktu itu, aku sedang beli cilok di depan _Kos_ Anyelir, _enggak_ sengaja kulihat Pak Ijal menangkap kucing kuning yang masuk ke pekarangannya. Kucoba menyapanya, tetapi ia tidak membalas sapaanku, senyumpun tidak. Aku masih memperhatikannya, tiba-tiba ia memotong seekor kucing tersebut dengan golok yang ada di belakang tubuhnya. Sepertinya dia tidak tahu aku melihat kejadian itu.” Afi melihatku dengan tatapan penuh kengerian.
“Salah lihat kali. Bisa jadi ayam, hampir sama ‘kan warnanya,” kataku.
“Masak aku _enggak_ bisa bedain antara ayam dan kucing? Ayo kalau penasaran, kita coba masuk ke pekarangan rumahnya.” Afi menarikku ke rumah Pak Ijal.
Ada beberapa gundukan tanah yang berada di bawah bunga-bunga mawar yang ditanam Pak Ijal. Kami pun penasaran, mencoba menggalinya. Benar saja, gundukan yang kugali pertama terdapat kaki kucing. Kucoba menggali lebih dalam dan luar biasa terkejutnya aku, semua bagian tubuh kucing berwarna kuning yang biasa main ke _kosku_ ini dalam kondisi terpotong-potong.
_Pantas saja aku tidak pernah melihatnya lagi,_ pikirku.
Kugali lagi gundukan lainnya, ternyata isinya bangkai kucing yang disamarkan dengan bunga mawar di atasnya.
“Nay, coba lihat. Ada gudang yang terlihat mencurigakan.” Afi sudah melangkah menuju gudang.
Aku gagal mencegahnya.
“Nay, banyak _memory card_ di sini.” Teriaknya dari dalam gudang.
Aku segera menyusulnya dan berharap tidak ada orang lain yang menyadari kehadiran kami.
“Aneh, kenapa banyak sekali.” Aku mengambil salah satu _memory card_ yang ada di kotak kardus itu.
Kucoba membukanya melalui gawaiku. Ada beberapa folder yang tertera di dalamnya. Karena jiwa _kepoku_ yang semakin menjadi, kuputuskan untuk membuka salah satunya. Folder dengan nama Kekasih Ke-7 itu pun menampilkan beberapa video. Video berjudul 7-7-2007 kuputar. Aku mulai merasakan hal aneh.
“Nay, ternyata Pak Ijal pernah punya pacar,” kata Afi.
“Husss… diem. Kita lihat dulu videonya. Mungkin dulu Pak Ijal mantan _playboy_ secara ganteng juga lho,” jawabku asal.
“Nay, ceweknya cantik. Pak Ijal sepertinya hobi mengabadikan _moment_ bahagia bersama pacarnya, ya?” Afi terkekeh.
Mendadak kami terdiam. Kaget dengan tayangan dalam video. Tetiba Pak Ijal menarik rambut pacarnya dan berkata “Siapa yang berani memotong rambutmu? Hanya boleh aku yang memotongnya, Sayang. Berapa kali aku bilang? Atau kamu mau kupotong lehermu sekalian!”
Gadis tersebut mengerang kesakitan, memohon untuk dilepaskan. Belum sampai dilepas, Pak Ijal sudah menjatuhkan pukulannya ke tubuh gadis cantik di depannya. Suara tangisan mulai terdengar, tetapi Pak Ijal justru membuatnya semakin menderita. Pak Ijal menyeret gadis tersebut ke ruangan lain tanpa melupakan kamera yang sedari tadi merekamnya.
Pak Ijal mengikat tangan dan kaki sang Gadis, tubuhnyapun dililit dengan tali tambang dan dikaitkan ke kursi kayu. Mulutnya dibekap dengan kain dan lakban.
Sesekali Pak Ijal melambaikan tangan ke kamera sambil berkata, “Sayang, lihatlah ke kamera. Aku akan membuatmu semakin cantik.”
Pak Ijal mengambil mesin pencukur rambut. Rambut sang Gadis yang tidak diketahui namanya itu sudah habis tidak bersisa. Rasa takut dan khawatir terlihat jelas di wajah sang Gadis.
“Sayang, aku telah menyiapkan _wig_ khusus buatmu. Pasti kamu suka.” Pak Ijal berjalan ke arah kamera.
“Cantikkan?” tanya Pak Ijal sambil memperlihatkan pantulan wajah sang Gadis di cermin dengan tampilan rambut baru.
“Diam! Kamu bisa diam _enggak_!” bentak Pak Ijal membuat sang Gadis berhenti menangis.
“Nah, gitu. Akan kulepaskan penutup mulutmu. Sudah kusiapkan makanan juga. Kamu pasti lapar ‘kan? Tenang, aku akan menyuapimu.” Pak Ijal mengelus dan mencium pipi sang Gadis.
Selepas menyuapi, Pak Ijal mengambil palu.
Sang Gadis hanya bisa memohon, “Jangan bunuh aku, Sayang. Aku mencintaimu.”
Pak Ijal hanya tersenyum, “Aku juga mencintaimu.”
Diayunkalah palu tersebut tepat di ubun-ubun sang Gadis. Darah segar mengalir. Senyum kecil menyungging di mulut Pak Ijal.
“Tenang Sayang. Agar jiwa kita menyatu, akan kugabungkan raga kita.” Pak Ijal memeluk tubuh yang tengah berlumuran darah itu.
Terdengar bunyi gergaji mesin yang tengah digunakan memotong tubuh sang Gadis menjadi beberapa bagian. Lantai kamar dipenuhi dengan darah dan potongan daging manusia.
“Akan kumasak hatimu terlebih dahulu, Sayang. Agar cinta kita menyatu.” Pak Ijal membawa jantung dan hati di dalam sebuah panci.
Aku dan Afi segera lari meninggalkan gudang tersebut.
“Nay, bisa jadi Pak Ijal _enggak_ cuma sekali membunuh orang. Dan konyolnya semua itu direkam. Dasar _psycho_!” Afi mencoba menyalakan mesin motornya.
Kami membawa kotak berisi _memory card_ tersebut ke kantor polisi. Berharap tidak aka nada korban setelah ini.
Bogor, 20 Juli 2020
Labels:
Parade Cerpen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar